Firdaus Ilyas |
LIBASS - Jakarta, Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran Indonesia Corruption Watch Firdaus Ilyas mengatakan bahwa Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) merupakan lahan basah praktik korupsi. Kewenangannya yang besar, dan lemahnya pengawasan dianggap Firdaus sebagai faktor utama yang menjadi penyebabnya.
"SKK Migas lahan basah korupsi," kata Firdaus, dalam sebuah diskusi, di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (23/11/2013).
Firdaus menyampaikan, salah satu fungsi SKK Migas adalah menunjuk pihak yang berhak menjual migas pada swasta atau negara lain. Dalam praktiknya, penyelewengan tak hanya terjadi di hilir, tetapi juga di hulu dan sampai melebar pada mitra kerja SKK Migas, dan pihak konsultan.
Ia melanjutkan, dalam catatannya, perputaran uang di SKK Migas dapat mencapai ratusan triliun. Uang dengan jumlah besar tersebut sangat rentan diselewengkan karena pengelolaannya tidak transparan, didominasi kekuatan elite dan para mafia besar.
"Kewenangan juga besar dengan pengawasan yang minim," ujarnya.
Data dari temuan Badan Pemeriksa Keungan tahun 2009-2011 yang dipaparkan Firdaus, penyimpangan di Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) mencapai belasan triliun rupiah. KKKS adalah badan usaha tetap atau perusahaan pemegang hak pengelolaan dalam suatu blok atau wilayah kerja yang memiliki hak untuk melakukan kegiatan eksplorasi, eksploitasi minyak dan gas bumi di Indonesia.
Jumlah KKKS di Indonesia saat ini sekitar 70, dan tak lebih dari 10 persennya dijadikan sampel yang diaudit oleh BPK. Hasilnya, BPK menemukan penyimpangan sebesar Rp 18,7 triliun di medio tersebut.
"Di SKK Migas, temuannya sekitar Rp 1,7 triliun. Temuan ini terus berulang di setiap semester, jarang yang ditindaklanjuti oleh Kementerian ESDM dan hanya dianggap angin lalu," pungkasnya.
Menurut Firdaus, minimnya respons yang ditunjukkan oleh pemerintah dalam menyikapi penyelewengan di SKK Migas terjadi karena kurangnya kesadaran bahwa industri migas merupakan bagian dari keuangan negara. Selain itu, di dalamnya juga masif terjadi pemberian fratifikasi dengan berbagai modus, mulai dari gratifikasi perjalanan, hiburan, hari raya, dan uang terima kasih.
"Sulit terbuka, ada kekuatan besar di sana, ada kepentingan politik, kepentingan bisnis, dan kepentingan global," tandasnya.
Ia melanjutkan, dalam catatannya, perputaran uang di SKK Migas dapat mencapai ratusan triliun. Uang dengan jumlah besar tersebut sangat rentan diselewengkan karena pengelolaannya tidak transparan, didominasi kekuatan elite dan para mafia besar.
"Kewenangan juga besar dengan pengawasan yang minim," ujarnya.
Data dari temuan Badan Pemeriksa Keungan tahun 2009-2011 yang dipaparkan Firdaus, penyimpangan di Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) mencapai belasan triliun rupiah. KKKS adalah badan usaha tetap atau perusahaan pemegang hak pengelolaan dalam suatu blok atau wilayah kerja yang memiliki hak untuk melakukan kegiatan eksplorasi, eksploitasi minyak dan gas bumi di Indonesia.
Jumlah KKKS di Indonesia saat ini sekitar 70, dan tak lebih dari 10 persennya dijadikan sampel yang diaudit oleh BPK. Hasilnya, BPK menemukan penyimpangan sebesar Rp 18,7 triliun di medio tersebut.
"Di SKK Migas, temuannya sekitar Rp 1,7 triliun. Temuan ini terus berulang di setiap semester, jarang yang ditindaklanjuti oleh Kementerian ESDM dan hanya dianggap angin lalu," pungkasnya.
Menurut Firdaus, minimnya respons yang ditunjukkan oleh pemerintah dalam menyikapi penyelewengan di SKK Migas terjadi karena kurangnya kesadaran bahwa industri migas merupakan bagian dari keuangan negara. Selain itu, di dalamnya juga masif terjadi pemberian fratifikasi dengan berbagai modus, mulai dari gratifikasi perjalanan, hiburan, hari raya, dan uang terima kasih.
"Sulit terbuka, ada kekuatan besar di sana, ada kepentingan politik, kepentingan bisnis, dan kepentingan global," tandasnya.
Posting Komentar